Selama ini masyarakat dibombardir oleh pemberitaan yang menyebutkan bahwa senyawa antioksidan banyak terdapat dalam teh hijau. Masyarakat pun "memburu" teh hijau untuk mendapat manfaat antioksidan yang berfungsi menangkal radikal bebas di udara sekitar. Padahal, cukup banyak tumbuhan lainnya yang kaya akan senyawa antioksidan dan biayanya jauh lebih murah.
Seperti dikemukakan Ir Henny Windarti, MSi, juru bicara Institut Pertanian Bogor (IPB), dalam pemaparan hasil penelitian, di kampus IPB Bogor, belum lama ini menga-takan, empat peneliti IPB berhasil menemukan senyawa antioksidan alami dalam sekurangnya 11 macam sayuran yang biasa dikonsumsi dalam bentuk lalapan di masyarakat Sunda, Jawa Barat.
"Jadi, kalau kita makan ikan atau ayam bakar disediakan lalapan daun kemangi, poh-pohan atau kenikir harus dimakan. Sebab, tidak saja rasanya yang enak, tetapi juga makan dedaunan itu baik untuk kesehatan karena kaya akan antioksidan alami," ucapnya.
Henny Windarti yang didampingi keempat peneliti, yaitu Dr Nuri Andarwulan, Ratna Batari, Diny Agustini Sandrasari, dan Prof Hanny Wijaya, menyebutkan, kesebelas jenis sayuran itu ialah kenikir (Cosmos caudatus), beluntas (Pluchea indica), mangkokan (Nothopanax scutellarium), kecombrang (Nicolaia speciosa Horan), kemangi (Ocimum sanctum), katuk (Sauropus androgynus), kedondong cina (Polyscias pinnata), daun antanan (Centella asiatica), poh-pohan (Pilea trinervia), daun ginseng (Talinum paniculatum), dan krokot (Portulaca oleracea).
Nuri Andarwulan, peneliti di Pusat Pengembangan Ilmu dan Teknologi Pertanian dan Pangan Asia Tenggara (SEAFAST) IPB, menjelaskan, senyawa antioksidan alami itu berupa senyawa fenolik (tokoferol, flavonoid, asam fenolat), senyawa nitrogen (alkaloid, turunan klorofil, asam amino, dan amina), atau karotenoid seperti asam askorbat.
Ia menambahkan, dari hasil penelitian yang pernah dipaparkan dalam seminar bertema "Natural Antioxidants: Chemistry, Biochemistry and Technology" itu diketahui nilai total flavonoid dari sayur lalapan itu sangat bervariasi. "Seluruh sampel sayuran dan lalapan itu mengandung komponen quercetin yang berguna untuk kekebalan tubuh," katanya.
Hasil penelitian yang dilakukan tim menunjukkan bahwa kesebelas sayuran yang mempunyai flavonoid tertinggi berturut-turut ialah katuk (831,70 miligram per 100 gram), kenikir (420,85 miligram per 100 gram), dan kedondong cina (358,17 miligram per 100 gram). Sedangkan krokot mempunyai total flavonoid terkecil yaitu 4,05 miligram per 100 gram. Komponen flavonoid pada daun katuk yang paling dominan adalah kaempferol sebesar 805,48 miligram per 100 gram. Meski daun katuk merupakan sayuran dengan nilai total flavonoid tertinggi dibanding sayuran lainnya, kandungan total fenol tertinggi justru dimiliki kenikir (1.225,88 miligram per 100 gram), diikuti beluntas 1.030,03 miligram per 100 gram, dan mangkokan 669,30 miligram per 100 gram.
"Nilai total fenol kesebelas sayuran itu rata-rata jauh lebih besar dibandingkan dengan nilai total flavonoidnya. Hal ini menunjukkan di dalam sayur-sayuran tersebut terkandung senyawa fenol lain yang bukan berasal dari flavonol maupun flavone," ujarnya.
Daun kenikir tidaklah asing di lidah masyarakat Indonesia, terutama di Pulau Jawa. Sebab, perdu dengan daun bergerombol itu sangat sedap jika dikonsumsi sebagai sayur dalam urapan. Kenikir juga biasa dikonsumsi sebagai obat herbal untuk penambah nafsu makan, lemah lambung, penguat tulang, dan pengusir serangga.
Sifat antioksidan yang dimiliki kenikir memungkinkan pengembangan tanaman ini sebagai agen kemopreventif. Sedangkan kecombrang yang dikenal masyarakat Sumatera Utara sebagai kencong atau kincung atau honje di kalangan masyarakat Sunda itu telah lama dipergunakan sebagai penyedap masakan untuk mendapatkan rasa asam yang sedap dan menyegarkan. "Ternyata kecombrang memiliki kadar antioksidan yang tak kalah dibanding teh hijau," ujarnya.
Tentang mangkokan, dia menjelaskan, sayuran itu disebut mangkokan karena bentuknya yang seperti mangkuk. Daun muda dapat dimakan sebagai lalap, urapan mentah, atau direbus dan dibuat sayur. Selama ini daun mangkokan telah dipergunakan masyarakat sebagai obat herbal untuk mengatasi radang payudara, melancarkan pengeluaran air susu ibu, rambut rontok, sukar kencing, dan bau badan.
Tentang senyawa antioksidan, menurut Henny, hasil pengamatan peneliti Universitas Tufts di Boston, Amerika Serikat, Bradley Bolling, PhD mengatakan, antioksidan mengurangi akumulasi produk radikal bebas, menetralisir racun, mencegah inflamasi, dan melindungi penyakit genetik.
Ia mengemukakan, masalah yang sering dijumpai dalam penelitian antioksidan yaitu referensi biasanya kapasitas oksidasi sebagai mekanisme aksi para botani, sangat banyak produk para botani, kekurangvalidan dan ukuran kapasitas antioksidan pada klinik, kelemahan standar penggunaan ukuran kapasitas antioksidan, dan kelemahan data nilai antioksidan pada botani.
Strategi untuk memecahkan masalah ini antara lain data aktivitas antioksidan dengan memperbandingkan produk botani, mengikuti pemeringkatan pemasukan data, dan membandingkan antara produk individu dan kelas sebagai pembanding dengan literatur yang ada.
"Selain juga keharusan menyediakan ukuran langsung kapasitas antioksidan dan akses tidak langsung potensi bioaktivitas, dan mengindentifikasi bagaimana dampak metabolisme bioaksi antioksidan," kata Henny menandaskan.
Source:www.suarakarya-online.com/
0 comments:
Post a Comment