Kurang olahraga merupakan faktor risiko independen untuk
terjadinya stroke dan penyakit jantung. Olahraga secara cukup (jalan cepat,
berkebun, berenang, erobik dsb) rata-rata 30 menit / hari dapat menurunkan
risiko stroke. Olahraga dapat mengendalikan obesitas dan diabetes melitus,
meningkatkan kadar kolesterol HDL, dan pada sekelompok individu dapat menurunkan
tekanan darah. Inaktivitas fisik lebih banyak terjadi pada perempuan daripada
laki-laki, orang kulit hitam daripada kulit putih, individu senior daripada
dewasa muda, dan pada kelompok masyarakat dengan status sosio-ekonomi yang
rendah.
Hubungan antara aktivitas fisik dan stroke telah diteliti secara
longitudinal, dan dilaporkan 38 tahun silam. Alumni Universitas Harvard yang
aktif sebagai atlet pada saat kuliah mempunyai risiko stroke fatal sebesar
kurang dari setengahnya risiko para alumni yang tidak aktif sebagai atlet ketika
masih kuliah. Kelompok terakhir ini cenderung menjadi perokok berat dan peminum
alkohol; dengan demikian ketidakaktifan itu sendiri tampaknya mempunyai kaitan
dengan faktor risiko stroke yang lain ialah merokok dan minum alkohol secara
berlebihan.
Data lain menunjukkan bahwa aktivitas fisik di masyarakat industri maju adalah rendah. Di Inggris hanya kurang dari seperempat warganya yang mempunyai program erobik 30 menit secara teratur (misalnya jalan cepat lebih dari 5 kali setiap minggu). Perilaku seperti ini dapat diubah atau diperbaiki dengan cara pendidikan olahraga yang lebih terarah di setiap jenjang sekolah, aktivitas rekreasional (di taman atau area terbuka lainnya), dan penyedian jalur lambat khusus untuk pengendara sepeda. Olahraga erobik secara teratur berpengaruh positif terhadap pencegahan stroke melalui mekanisme pengendalian berat badan, tekanan darah, dan kadar kolesterol dalam darah. source:strokebethesda.com |
0 comments:
Post a Comment