Download

7 Makanan Lezat Rendah Kalori Untuk Menurunkan Berat Badan

Beberapa Makanan Sehat Lezat tetapi rendah kalori yang bisa dikonsumsi untuk menurunkan berat badan anda..

Kenapa Sarapan Penting Untuk Menurunkan Berat Badan?

Penjelasan singkat tentang arti penting sarapan dalam proses menurunkan berat badan...

5 Tips Agar Tetap Termotivasi dalam Menurunkan Berat Badan

5 Tips sederhana agar kita tetap termotivasi dalam proses menurunkan berat badan...

12 Langkah Awal Menurunkan Berat Badan Anda

12 Panduan sederhana sebagai langkah awal menurunkan berat badan

6.5 Kesalahan Paling Fatal Dalam ber-Diet

Beberapa Kesalahan Fatal yang sering dilakukan oleh orang-orang yang menjalankan program diet...

March 13, 2008

Benarkah Vitamin C Mencegah Flu ?

Sejak lama kita meyakini bahwa mengkonsumsi vitamin C secara teratur mampu membuat diri kita terhindar dari flu. Tapi penelitian terbaru justru mengatakan, mengkonsumsi vitamin C secara rutin hanya memberikan efek pencegahan yang sangat kecil. Meski begitu, vitamin ini sangat berguna bagi seseorang yang melakukan aktivitas di tempat dingin, seperti pemain ski ekstrim atau pendaki gunung.

Temuan ini bertolak belakang dengan keyakinan banyak orang bahwa suplemen vitamin C meningkatkan kekebalan tubuh dan mencegah penyakit. Keyakinan tersebut mulai meluas pada 1970 sejak dipublikasikannya buku Vitamin C and the Common Cold karangan Linus Pauling, ahli kimia terkemuka yang juga penerima hadiah Nobel.

Di beberapa negara, dosis yang dianjurkan berkisar dari 60-90 miligram. Tapi, dari penghitungan Pauling, rata-rata setiap orang membutuhkan 1.000 miligram atau lebih setiap harinya.

"Buku Pauling sangat berpengaruh, tapi saya percaya bahwa kebanyakan orang tidak memperoleh manfaat yang besar dari serangan flu dengan mengkonsumsi secara rutin," kata Robert Douglas dari Universitas Nasional Australia di Canberra.

Untuk membuktikannya, Douglas dan Harri Hemilä, dari Universitas Helsinki, Finlandia mempelajari 55 penelitian dari tahun 1940 hingga 2004. Penelitian ini dibandingkan dengan pengaruh sekitar 200 miligram yang diberikan rutin dengan yang tidak diberikan.

Dari 23 penelitian yang menelaah pencegahan penyakit dalam suatu populasi, keduanya menunjukkan bahwa konsumsi rutin vitamin C tidak mengurangi resiko tekena flu. Di lain pihak, mereka menemukan bahwa lama waktu terkena flu semakin pendek, meskipun hanya menurun sekitar 8 persen bagi orang dewasa, dan 14 persen bagi anak-anak. Oleh karena itu, menurut para peneliti, anjuran untuk mengkonsumsi vitamin C dosis tinggi setiap hari tidak terlalu beralasan.

Meskipun demikian, orang-orang yang menderita tekanan fisik yang ekstrim karena suhu yang sangat dingin memperoleh manfaat yang signifikan jika mengkonsumsi vitamin C. Penelitian terhadap para pemain ski, tentara, dan pelari maraton menunjukkan bahwa konsumsi rutin vitamin C dapat mengurangi kemungkinan terkena flu hingga setengahnya.

"Saya tidak dapat memahami mengapa hal tersebut bisa terjadi. Tapi, manfaat vitamin C hanya berpengaruh bagi sebagian kecil manusia yang berhasil diamati. Tidak dapat dikatakan bermanfaat secara keseluruhan," kata Douglas.

Jadi, pertimbangkan lagi jika ingin mengkonsumsi vitamin C secara rutin hanya untuk mencegah flu. Menurut Hemilä, rata-rata orang dewasa hanya terkena flu sekali dalam setahun. Menambah suplemen vitamin C setiap hari untuk mencegahnya tidak masuk akal.

Begitu pula dengan pertimbangan bahwa mengkonsumsi vitamin C saat tanda-tanda flu muncul dapat memperpendek sakit. Penelitian ini tidak dapat membuktikan bahwa hal tersebut berhubungan. Kecuali, pada satu penelitian yang memberikan dosis sangat tinggi (8 gram) pada hari pertama terkena tanda-tanda flu.

"Secara umum, tidak terdapat bukti yang meyakinkan bahwa dosis tinggi tidak memberikan banyak pengaruh setelah flu menyerang," kata Douglas. "Tapi, saya masih tetap membuka kemungkinan bahwa dosis yang sangat tinggi yang diberikan secepatnya ketika tanda-tanda flu muncul, bisa memberikan efek yang berguna untuk mengatasi penyakit."

Nature.com/NewScientist.com/Wah)

Sayuran Berwarna Kuning Cegah Kebutaan

Pigmen yang terdapat pada labu dan jagung dapat berperan cegah terjadinya kebutaan terutama bagi wanita usia tua, hasil suatu penelitian.

Para ahli dari US menunjukkan bahwa pigmen yang terdapat pada tanaman berperan penting melindungi mata orang tua dari terjadinya 'age-related macular degeneration' (AMD).

Penyakit mata adalah salah satu pemicu terjadinya kebutaan pada orang tua. Untuk beberapa waktu para ahli menduga bahwa kondisi ini disebabkan rusaknya retina bagian belakang, dan menurut mereka hal ini berhubungan dengan kebiasaan makan.

Para ahli tersebut menyimpulkan bahwa pigmen lutein dan zeaxanthin ditemukan dalam jagung, labu, kuning telur, dan beberapa sayur yang berdaun hijau.

para ahli dari Universitas Wisconsin mempelajari efek kedua pigmen terebut terhadap 1787 wanita Amerika yang berusia 50-79 tahun.

Contoh darah dan foto berwarna dari retina menunjukkan bahwa wanita usia tua yang mengkonsumsi makanan yang mengandung pigmen berwarna kuning ternyata berisiko lebih kecil alami AMD.

Meski demikian para ahli tersebut mengatakan bahwa tidak hanya makanan yang mengandung pigmen kuning saja yang dapat mencegah kebutaan tetapi banyak jenis makanan lain yang juga dapat bersama-sama mencegah terjadinya kebutaan atau AMD seperti halnya jenis makanan yang mengandung carotenoid.
(idionline/KalbeFarma)

Sejumlah Makanan Turunkan Daya Tahan Tubuh

Sejumlah kandungan dalam makanan berpotensi menurunkan daya tahan tubuh. Akibatnya, kekebalan tubuh berkurang dan tubuh mudah terserang penyakit. Salah satu zat yang berfungsi sebagai daya tahan tubuh adalah glutation, yang diproduksi manusia.

Demikian benang merah pembicaraan seminar kesehatan Glutation sebagai Pencegah dan Pembasmi Penyakit, Minggu (17/9) di PSIK–STIKes (Pusat Studi Ilmu Keperawatan, Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan) Aisyiah. Seminar diselenggarakan oleh Jaringan Mahasiswa Kesehatan Indonesia Wilayah Yogyakarta. Hadir sebagai pembicara ahli gizi dari RS Panti Rapih Yogyakarta dr Andry Hartono, dan dosen Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma, Yosef Wijoyo.

Glutation dihasilkan secara alami oleh tubuh. Semakin tinggi zat yang berbahaya bagi tubuh, semakin besar pula kebutuhan glutation, sehingga kadar glutation merosot. Padahal, tingginya glutation menjadi salah satu indikator kekebalan daya tahan tubuh.

Andry Hartono yang menyoroti dampak menurunnya kekebalan tubuh pada penyakit diabetes, mengatakan gaya hidup dan pencegahan kontaminasi makanan menjadi solusi utama mencegah berkurangnya daya tahan tubuh, termasuk mencegah diabetes.

Sejumlah kandungan dalam makanan yang perlu diwaspadai karena mengandung bakteri atau virus yang berbahaya adalah formalin, asam borak, dan beberapa jenis pewarna makanan. Kebiasaan menyimpan makanan dalam kantong plastik, khususnya yang berwarna hitam juga harus dicegah karena bahan pembuat plastik itu berbahaya bagi tubuh. Air yang mengandung mikroorganisme juga perlu diwaspadai karena terdapat bakteri yang berbahaya bagi tubuh. Pemakaian yang terbatas perlu diterapkan pada produk yang telah diputihkan atau dijernihkan seperti gula, tepung, dan minyak.

Sebaliknya, makanan yang kaya akan pengikat radikal bebas antara lain buah dan sayuran, kecambah, umbi-umbian yang dimakan bersama kulitnya, bawang putih, serta susu segar. Makanan ini akan menambah kekebalan tubuh. "Sebagai antioksidan yang bekerja di dalam sel, glutation dijuluki sebagai master antioksidan atau superantioksidan. Glutation bisa menjadi master oksidan karena molekulnya yang khas, yakni Glutathione Sulf Hydril (GSH) akan bergabung dengan GSH yang lain ketika ion H-nya dirampas oleh radikal bebas," kata Andry.

Yosef Wijoyo menambahkan, pencegahan penyakit tengah menjadi isu yang marak dilakukan masyarakat saat ini. Akibatnya, kemunculan obat-obatan untuk meningkatkan sistem pertahanan tubuh menjadi berkembang pesat.
(Idionline/KCM)

Bahaya Laten Sepotong Sosis

Sosis merupakan makanan asing yang sudah akrab dalam kehidupan masyarakat Indonesia karena rasanya enak.

Namun, di balik kenikmatan makanan yang kaya akan zat gizi ini, terkandung lemak dan kolesterol tinggi yang bisa mengganggu kesehatan. Untuk itu, hati-hati mengonsumsi sosis.

Makanan ini dibuat dari daging atau ikan yang telah dicincang kemudian dihaluskan, diberi bumbu, dimasukkan ke dalam selonsong berbentuk bulat panjang simetris, baik yang terbuat dari usus hewan maupun pembungkus buatan (casing). Sosis juga dikenal berdasarkan nama kota atau daerah yang memproduksi, seperti berliner (Berlin), braunscheiger (Braunshweig), genoa salami (Genoa), dan lain-lain.

Sosis merupakan salah satu produk olahan daging yang sangat digemari masyarakat Indonesia sejak tahun 1980-an. Istilah sosis berasal dari bahasa Latin, yaitu salsus, yang artinya garam. Hal ini merujuk pada artian potongan atau hancuran daging yang diawetkan dengan penggaraman.

Nilai Gizi

Sosis merupakan produk polahan daging yang mempunyai nilai gizi tinggi. Komposisi gizi sosis berbeda-beda, tergantung pada jenis daging yang digunakan dan proses pengolahannya.

Produk olahan sosis kaya energi, dan dapat digunakan sebagai sumber karbohidrat. Selain itu, sosis juga memiliki kandungan kolesterol dan sodium yang cukup tinggi, sehingga berpotensi menimbulkan penyakit jantung, stroke, dan hipertensi jika dikonsumsi berlebihan.

Ketentuan mutu sosis berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI 01-3820-1995) adalah: kadar air maksimal 67 persen, abu maksimal 3 persen, protein minimal 13 persen, lemak maksimal 25 persen, serta karbohidrat maksimal 8 persen. Kenyataannya, banyak sosis di pasaran yang memiliki komposisi gizi jauh di bawah standar yang telah ditetapkan. Hal tersebut menunjukkan pemakaian jumlah daging kurang atau penggunaan bahan tidak sesuai komposisi standar sosis.

Baca Label Sebelum Menyantap

Seiring dengan berkembangnya industri pangan, saat ini telah dikembangkan sebuah inovasi baru, yaitu sosis siap makan tanpa perlu dimasak atau dipanaskan terlebih dahulu. Dengan demikian, sosis tersebut dapat dimakan sebagai snack.

Saat ini juga mulai banyak dijual sosis steril, yaitu sosis yang dibuat melalui proses sterilisasi sehingga awet untuk disimpan pada suhu kamar, selama beberapa waktu. Sosis tersebut tinggal dibuka dari kemasannya dan langsung dapat dimakan.

Satu hal yang perlu diperhatikan adalah kandungan lemak sosis yang cukup tinggi. Konsumsi sosis sebagai snack hendaknya memperhatikan faktor-faktor kesehatan seperti obesitas dan kolesterol. Sosis dengan kadar lemak rendah dapat menjadi pilihan. Karena itu, sebaiknya membiasakan diri membaca label secara seksama sebelum memutuskan untuk membeli dan mengonsumsi sosis.

(Idionline/KCM)

Artikel Menarik Lainnya...

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More