Seperti yang telah disebutkan di atas, 
banyak hal yang dapat menyebabkan diare. Bila bayi maupun anak anda 
diare, bisa saja dikarenakan adanya parasit, infeksi bakteri maupun 
virus, antibiotik, atau makanan.
Virus yang paling banyak menimbulkan 
diare adalah rotavirus. Menurut WHO, rotavirus turut berkontribusi 
sebesar 15-25% diare pada anak usia 6-24 bulan.
Bakteri seperti Shigella, Vibrio 
cholera, Salmonella (non thypoid), Campylobacter jejuni maupun 
Escherichia coli bisa saja merupakan penyebab diare pada buah hati anda.
 Anak Anda kemungkinan mengalami diare akibat infeksi bakteri jika diare
 yang dialaminya sangat hebat, diikuti dengan kejang, terdapat darah di 
tinjanya, serta demam.Parasit
Infeksi akibat parasit juga dapat 
menyebabkan diare. Penyakit giardiasis misalnya. Penyakit ini disebabkan
 parasit mikroskopik yang hidup dalam usus. Gejala giardiasis 
diantaranya adalah banyak gas, tinja yang sangat banyak dan berbau 
busuk, perut kembung, serta diare.
Jika anak atau bayi anda mengalami diare
 selama pemakaian antibiotik, mungkin hal ini berhubungan dengan 
pengobatan yang sedang dijalaninya. Antibiotik bisa saja membunuh 
bakteri baik dalam usus selama pengobatan. Konsultasikan pada dokter 
mengenai hal ini. Namun, jangan hentikan pengobatan pada anak Anda 
sampai dokter memberikan persetujuan.
Terlalu banyak Jus (terutama jus buah 
yang mengandung sorbitol dan kandungan fruksosa yang tinggi) atau 
terlalu banyak minuman manis dapat membuat perut bayi “kaget” dan 
menyebabkan diare.
Alergi makanan merupakan reaksi sistem 
imun tubuh terhadap makanan yang masuk. Alergi makanan pada bayi biasa 
terjadi pada bayi yang mulai mengenal makanan pendamping ASI. Protein 
susu merupakan alergen (penyebab alergi) yang paling umum dijumpai pada 
bayi. Selain protein susu, alergen yang umum dijumpai adalah telur, 
kedelai, gandum, kacang, Ikan, dan kerang-kerangan. Konsultasikan pada 
dokter jika Anda mencurigai anak Anda memiliki alergi makanan. Alergi 
makanan dapat menyebabkan berbagai reaksi (salah satunya adalah diare) 
dalam waktu singkat maupun setelah beberapa jam.
Berbeda dengan alergi makanan, 
intoleransi makanan tidak dipengaruhi oleh sistem imun. Contoh 
intoleransi makanan adalah intoleransi laktosa (sangat jarang ditemukan 
pada bayi). Bayi yang mengalami intoleransi laktosa, artinya bayi 
tersebut tidak cukup memproduksi laktase, suatu enzim yang dibutuhkan 
untuk mencerna Iaktosa (yaitu gula dalam susu sapi dan produk susu 
lainnya). Gejala seperti diare, perut kembung, dan banyak gas bisa 
terjadi bila Iaktosa tidak terurai. Gejala biasanya muncul sekitar satu 
atau dua jam setelah mengkonsumsi produk susu.
source:http://www.infokedokteran.com










