Salah satu program mengelola diabetes (management diabetes) oleh seorang diabetisi tidak semata-mata hanya perlu melakukan pemeriksaan kadar gula darah setiap hari.
Seperti diketahui bahwa masalah yang dihadapi oleh seorang diabetisi adalah timbulnya komplikasi spesifik seperti retinopati (bisa menyebabkan kebutaan), gagal ginjal, neuropati, aterosklerosis (bisa menyebabkan stroke), gangren, dan penyakit arteria koronaria (coronary artery disease).Oleh sebab itu seorang diabetisi membutuhkan beberapa jenis pemeriksaan laboratorium untuk mengetahui dan memantau perkembangan komplikasi spesifik diatas. Dengan demikian, perkembangan penyakit bisa dimonitor dan dapat mencegah komplikasi.
Jenis Pemeriksaan yang dilakukan:
1. Pemeriksaan untuk Pemantauan Pengelolaan Diabetes
Yang digunakan adalah kadar glukosa darah puasa, 2 jam PP, dan pemeriksaan glycated hemoglobin, khususnya HbA1C, serta pemeriksaan fruktosamin. Pemeriksaan fruktosamin saat ini jarang dilakukan karena pemeriksaan ini memerlukan prosedur yang memakan waktu lama. Pemeriksaan lain yang bisa dilakukan ialah urinalisarutin. Pemeriksaan ini bisa dilakukan sebagai self-assessment untuk memantau terkontrolnya glukosa melalui reduksi urin.
Pemeriksaan HbA1C
HbA1C adalah komponen Hb yang terbentuk dari reaksi non-enzimatik antara glukosa dengan N terminal valin rantai b Hb A dengan ikatan Almidin. Produk yang dihasilkan ini diubah melalui proses Amadori menjadi ketoamin yang stabil dan ireversibel.
Metode pemeriksaan HbA1C:
- Ion-exchange chromatography
- HPLC (high performance liquid chromatography)
- Electroforesis, Immunoassay
- Affinity chromatography
- Analisis kimiawi dengan kolorimetri.
Metode Ion Exchange Chromatography: harus dikontrol perubahan suhu reagen dan kolom, kekuatan ion, dan pH dari bufer. Interferens yang mengganggu adalah adanya HbS dan HbC yang bisa memberikan hasil negatif palsu.
Metode HPLC: prinsip sama dengan ion exchange chromatography, bisa diotomatisasi, serta memiliki akurasi dan presisi yang baik sekali. Metode ini juga direkomendasikan menjadi metode referensi.
Metode agar gel elektroforesis: hasilnya berkorelasi baik dengan HPLC, tetapi presisinya kurang dibanding HPLC. Hb F memberikan hasil positif palsu, tetapi kekuatan ion, pH, suhu, HbS, dan HbC tidak banyak berpengaruh pada metode ini.
Metode Immunoassay (EIA): hanya mengukur HbA1C, tidak mengukur HbA1C yang labil maupun HbA1A dan HbA1B, mempunyai presisi yang baik.
Metode Affinity Chromatography: non-glycated hemoglobin serta bentuk labil dari HbA1C tidak mengganggu penentuan glycated hemoglobin, tak dipengaruhi suhu. Presisi baik. HbF, HbS, ataupun HbC hanya sedikit mempengaruhi metode ini, tetapi metode ini mengukur keseluruhan glycated hemoglobin, sehingga hasil pengukuran dengan metode ini lebih tinggi dari metode HPLC.
Metode Kolorimetri: waktu inkubasi lama (2 jam), lebih spesifik karena tidak dipengaruhi non-glycosylated ataupun glycosylated labil. Kerugiannya waktu lama, sampel besar, dan satuan pengukuran yang kurang dikenal oleh klinisi, yaitu m mol/L.
Interpertasi Hasil Pemeriksaan HbA1C
HbA1C akan meningkat secara signifikan bila glukosa darah meningkat. Karena itu, HbA1C bisa digunakan untuk melihat kualitas kontrol glukosa darah pada penderita diabetes (glukosa darah tak terkontrol, terjadi peningkatan HbA1C-nya ) sejak 3 bulan lalu (umur eritrosit). HbA1C meningkat: pemberian Tx lebih intensif untuk menghindari komplikasi.
Nilai yang dianjurkan PERKENI untuk HbA1C (terkontrol): 4%-5,9%.4 Jadi, HbA1C penting untuk melihat apakah penatalaksanaan sudah adekuat atau belum. Sebaiknya, penentuan HbA1C ini dilakukan secara rutin tiap 3 bulan sekali.
2. Pemeriksaan untuk Memantau Komplikasi Diabetes
Komplikasi spesifik DM: aterosklerosis, nefropati, neuropati, dan retinopati. Pemeriksaan laboratorium bisa dilakukan untuk memprediksi beberapa dari komplikasi spesifik tersebut, misalnya untuk memprediksi nefropati dan gangguan aterosklerosis.
Pemeriksaan Mikroalbuminuria
Pemeriksaan untuk memantau komplikasi nefropati: mikroalbuminuria serta heparan sulfat urine (pemeriksaan ini jarang dilakukan). Pemeriksaan lainnya yang rutin adalah pemeriksaan serum ureum dan kreatinin untuk melihat fungsi ginjal.
Mikroalbuminuria: ekskresi albumin di urin sebesar 30-300 mg/24 jam atau sebesar 20-200 mg/menit. Mikroalbuminuria ini dapat berkembang menjadi makroalbuminuria. Sekali makroalbuminuria terjadi maka akan terjadi penurunan yang menetap dari fungsi ginjal. Kontrol DM yang ketat dapat memperbaiki mikroalbuminuria pada beberapa pasien, sehingga perjalanan menuju ke nefropati bisa diperlambat.
Pengukuran mikroalbuminuria secara semikuantitatif dengan menggunakan strip atau tes latex agglutination inhibition, tetapi untuk memonitor pasien tes-tes ini kurang akurat sehingga jarang digunakan. Yang sering adalah cara kuantitatif: metode Radial Immunodiffusion (RID), Radio Immunoassay (RIA), Enzym-linked Immunosorbent assay (ELISA), dan Immunoturbidimetry. Metode kuantitatif memiliki presisi, sensitivitas, dan range yang mirip, serta semuanya menggunakan antibodi terhadap human albumin. Sampel yang digunakan untuk pengukuran ini adalah sampel urine 24 jam.
Interpretasi Hasil Pemeriksaan Mikroalbuminuria
Menurut Schrier et al (1996), ada 3 kategori albuminuria, yaitu albuminuria normal (<20 mg/menit), mikroalbuminuria (20–200 mg/menit), Overt Albuminuria (>200 mg/menit). Pemeriksaan albuminuria sebaiknya dilakukan minimal 1 X per tahun pada semua penderita DM usia > 12 tahun.
3. Pemeriksaan untuk Komplikasi Aterosklerosis
Pemeriksaan untuk memantau komplikasi aterosklerosis ini ialah profil lipid, yaitu kolesterol total, low density lipoprotein cholesterol (LDL-C), high density lipoprotein cholesterol (HDL-C), dan trigliserida serum, serta mikroalbuminuria. Pada pemeriksaan profil lipid ini, penderita diminta berpuasa sedikitnya 12 jam (karena jika tidak puasa, trigliserida > 2 jam dan mencapai puncaknya 6 jam setelah makan).
4. Pemeriksaan untuk Komplikasi Lainnya
Pemeriksaan lainnya untuk melihat komplikasi darah dan analisa rutin. Pemeriksaan ini bisa untuk melihat adanya infeksi yang mungkin timbul pada penderita diabetes.
Untuk pemeriksaan laboratorium infeksi, sering dibutuhkan kultur (pembiakan), misalnya kultur darah, kultur urine, atau lainnya. Pemeriksaan lain yang juga seringkali dibutuhkan adalah pemeriksaan kadar insulin puasa dan 2 jam PP untuk melihat apakah ada kelainan insulin darah atau tidak.
Kadang-kadang juga dibutuhkan pemeriksaan lain untuk melihat gejala komplikasi dari diabetes, misalnya adanya gangguan keseimbangan elektrolit dan asidosis/alkalosis metabolik maka perlu dilakukan pemeriksaan elektrolit dan analisa gas darah.
Pada keadaan ketoasidosis juga dibutuhkan adanya pemeriksaan keton bodies, misalnya aceton/keton di urine, kadar asam laktat darah, kadar beta hidroksi butarat dalam darah, dan lain-lainnya. Selain itu, mungkin untuk penelitian masih dilakukan pemeriksaan biomolekuler, misalnya HLA (Human Lymphocyte Antigen) serta pemeriksaan genetik lain.
source:indodiabetes.com